About

Berbagi adalah kemuliaan. Semakin banyak berbagi menjadikan kita semakin kaya. Kaya dalam Nuraniah

Pages

Thursday, April 4, 2013

Parenting - LEBIH JAUH TENTANG HOMESCHOOLING

Homeschooling (sekolah rumah) saat ini mulai menjadi salah satu pilihan orang tua
dalam mendidik anak-anaknya. Pilihan ini terutama disebabkan oleh adanya pandangan
atau penilaian orang tua tentang kesesuaian bagi anak-anaknya.
Bisa juga karena orang tua merasa lebih siap untuk menyelenggarakan pendidikan bagi
anak-anaknya di rumah. Ini banyak dilakukan di kota-kota besar, terutama oleh mereka
yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri.
Sekolah rumah, menurut Ella Yulaelawati, direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas), adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar,
teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga di mana proses belajar
mengajar berlangsung dalam suasana yang kondusif.
Tujuannya agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal.
Rumusan yang sama dikemukakan oleh Dr Seto Mulyadi, Ketua Komisi Nasional
Perlindungan Anak, saat keduanya tampil berbicara dalam sebuah seminar di Jakarta,
beberapa waktu lalu.


Pembelajaran kreatif
Ella mengakui, ada beberapa alasan orang tua di Indonesia memilih sekolah rumah.
Antara lain, dapat menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, memberikan
lingkungan sosial dan suasana belajar yang baik, dan dapat memberikan pembelajaran
langsung yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan
ilmu.
Menurut Seto, sekolah rumah memiliki keunggulan karena bimbingan dan layanan
pengajaran dilakukan secara individual. Proses pembelajaran lebih bermakna karena
terintegrasi dengan aktivitas sehari-hari. Lebih dari itu, waktunya pun lebih fleksibel
karena dapat disesuaikan dengan kesiapan anak dan orang tua.
Seto mengatakan, menyelenggarakan sekolah rumah menuntut kemauan orang tua untuk
belajar, menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, dan memelihara
minat dan antusias belajar anak. Sekolah rumah juga memerlukan kesabaran orangtua,
kerja sama antaranggota keluarga, dan konsisten dalam penanaman kebiasaan.
Seto menampik sejumlah mitos yang dinilainya keliru tentang homeschooling selama ini.
Misalnya, anak kurang bersosialisasi, orang tua tidak bisa menjadi guru, orang tua harus
tahu segalanya, orang tua harus meluangkan waktu 8 jam sehari, waktu belajar tidak
sebanyak waktu belajar sekolah formal, anak tidak terbiasa disiplin dan seenaknya
sendiri, tidak bisa mendapatkan ijazah dan pindah jalur ke sekolah formal, tidak mampu
berkompetisi, dan homeschooling mahal. `'Itu keliru,'' ucapnya.

Teman belajar
Lalu, apa yang yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam menyelenggarakan sekolah
rumah? Seto mengatakan, orang tua harus menjadikan anak sebagai teman belajar dan
menempatkan diri sebagai fasilitator. `'Orang tua harus memahami bahwa anak bukan
orang dewasa mini,'' tuturnya.
Anak, kata Seto, perlu bermain. Itu yang perlu dipahami oleh orang tua. Karena itu pula,
orang tua tidak boleh arogan dengan menempatkan diri sebagai guru, tapi belajar
bersama. Kalau tidak siap dengan itu, menurut Seto, lebih baik jangan menyelenggarakan
sekolah rumah.
Orang tua, kata Seto lagi, tetap perlu terus menambah pengetahuan. Tidak mesti
menguasai semua jenis ilmu. Yang penting, memiliki pemahaman tentang anak. Bila
orang tua kurang mengerti pelajaran biologi atau matematika, misalnya, orang tua bisa
mendatangkan guru untuk pelajaran tersebut dan belajar bersama anak. Dengan demikian,
anak akan merasa tidak lebih rendah, tapi sebagai sahabat dalam belajar.
Bagaimana dengan kedua orang tua yang bekerja sehingga merasa tidak punya waktu
untuk memberikan pembelajaran kepada anak dalam menyelenggarakan homeschooling?
Seto mengatakan, itu tidak boleh menjadi alasan.
Sesibuk apa pun orang tua, tetap harus punya waktu untuk anak. `'Kalau tidak punya
waktu, jangan punya anak,'' ucap psikolog yang juga menyelenggarakan homeschooling
bagi anak sulungnya itu.
Pembelajaran sekolah rumah sebaiknya menyesuaikan dengan standar kompetensi yang
telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ini agar sejalan dengan
pertumbuan dan kemampuan anak, di samping dapat diikutkan dalam evaluasi dan ujian
yang diselenggarakan secara nasional. Standar kompetensi menjadi panduan yang harus
dimiliki seorang anak pada kelas tertentu. Anak kelas VI SD atau setara, misalnya,
minimal sudah harus menguasai pelajaran matematika sampai batas tertentu pula. Standar
kompetensi ini, kata Seto, dapat diperoleh di Dinas Pendidikan yang ada di daerah
masing-masing.
Evaluasi bagi anak yang mengikuti homeschooling dapat dilakukan dengan mengikutkan
pada ujian Paket A yang setara dengan SD atau Paket B setara SMP. Pada dasarnya, kata
Seto, dapat pula dilakukan dengan menginduk ke sekolah formal yang ada untuk proses
evaluasi. Menurut dia, harusnya ini bisa dilakukan karena sekolah rumah bukan sekolah
liar. Homeschooling seusai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas).
(idionline/RoL)

No comments:

Post a Comment

Translate

terselubung

Rangkuman Pelajaran Sekolah

Desktop Inspirations